Selasa, 29 Oktober 2013

Filzah Tyas Malinda (01031381320050)

Sungai Musi adalah salah satu sungai yang berada di Provinsi Sumatera Selatan,  memiliki panjang 750 km, dan menjadi sungai terpanjang di Pulau Sumatera. Sungai ini membagi Kota Palembang menjadi dua bagian yaitu daerah ilir di sebelah utara dan daerah ulu di sebelah selatan. Mata air Sungai Musi bersumber dari daerah Kepahiang, Bengkulu.  Sungai ini menjadi  tempat bermuaranya delapan sungai besar, yaitu Sungai Komering, Rawas, Leko, Lakitan, Kelingi, Lematang, Semangus, dan Ogan.
                Sejak masa keemasan Kerajaan Sriwijaya hingga saat ini, Sungai Musi sudah menjadi jalur transportasi yang vital bagi kerajaan maupun masyarakat. Sungai Musi dijadikan jalur alternatif  untuk mencapai suatu tempat dengan tujuan dan maksud tertentu. Banyak kapal pengangkut barang, hasil tambang, maupun manusia yang hilir mudik berlayar di sungai ini setiap harinya.
                Karena letaknya yang strategis, beberapa perusahaan besar menempatkan pabriknya di pinggiran Sungai Musi, seperti PT Pusri, PT Pertamina, dan PT Baturaja. Penempatan pabrik di  tepian Sungai Musi ini dimaksudkan untuk memudahkan pengangkutan hasil produksi maupun bahan baku yang digunakan pabrik.
                Banyak masyarakat mendirikan rumah di sepanjang aliran sungai. Mereka memanfaatkan Sungai Musi dalam kehidupan sehari-hari misalnya mencuci, memasak, mandi, dan buang air. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) juga memanfaatkan sungai ini untuk memasok persediaan air ke berbagai daerah di sekitar Kota Palembang.
                Pemanfaatan Sungai Musi yang lain adalah sebagai tempat wisata. Ada banyak tempat wisata di sekitar Sungai Musi yang menggambarkan Kota Palembang tempo dulu, contohnya Benteng Kuto Besak, Jembatan Ampera, dan Museum Sultan Mahmud Baddarudin II. Pelancong juga dapat mengelilingi Sungai Musi dengan perahu bermesin.
                Dibalik berbagai pemanfaatannya, belakangan diketahui bahwa kualitas air di Sungai Musi semakin menurun. Penurunan kualitas ini disebabkan oleh pencemaran berat yang terjadi di beberapa titik di daerah aliran sungai. Pada umumnya pencemaran tersebut terjadi akibat aktivitas rumah tangga, pertanian, sedimentasi dari pembukaan lahan, dan pertambangan.
                Tingginya pencemaran oleh limbah rumah tangga disebabkan padatnya permukiman di tepi Sungai Musi yang langsung bersinggungan dengan bibir sungai, padahal idealnya jarak antara permukiman dan tepi sungai adalah 100 meter. Unsur pencemaran tertinggi adalah senyawa fosfat yang berasal dari sabun dan detergen. Pencemar organik yang ditemukan paling banyak adalah bakteri E Coli yang berasal dari kotoran manusia. Hal ini karena masih banyaknya masyarakat yang mandi, mencuci, buang air, dan membuang sampah di Sungai Musi.
                Pencemaran juga berasal dari sedimentasi pembukaan lahan baru dan pertambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menyebabkan air di Sungai Musi menjadi kotor dan keruh oleh lumpur serta pasir. Sebagian besar lahan DAS dalam kondisi kritis dan potensial kritis.
                Pencemaran sungai terus terjadi akibat tidak adanya pengawasan pembuangan limbah dan belum berjalannya penataan permukiman dan penggunaan lahan di sekitar tepi sungai. Masyarakat juga kurang dilibatkan dalam menjaga lingkungan sungai.
                Salah satu upaya pencegahan pencemaran Sungai Musi adalah dengan melakukan pengawasan industri yang ada di bantaran Sungai Musi dengan memperketat baku mutu limbah sebelum dibuang ke sungai. Masyarakat dan pelaku industri seharusnya memiliki kesadaran untuk tidak membuang sampah maupun limbah ke Sungai Musi maupun anak sungai yang lain .  Pelaku industri dapat mengolah limbah yang menjadi sisa hasil produksi mereka agar menjadi limbah yang lebih ramah lingkungan sehingga tidak mencemari Sungai Musi dengan zat-zat kimia yang berbahaya dan kemudian membahayakan kesehatan masyarakat yang menggunakan air dari Sungai Musi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
                Selain itu pemerintah juga harus membuat suatu perangkat hukum yang jelas dan tegas guna mengatur perilaku pencemaran sungai yang tidak terpuji. Perangkat hukum tersebut diharapkan dapat berfungsi dengan baik dalam memperkecil bahkan menghentikan tingkat pencemaran Sungai Musi. Denda maupun hukuman pidana harus diberikan apabila dirasa perlu agar dapat menunjukkan bahwa hukum yang dibuat adalah serius guna mewujudkan Sungai Musi yang bebas pencemaran.
                Partisipasi masyarakat yang tinggal di bibir Sungai Musi juga diperlukan. Apabila mereka peduli dan mencoba untuk hidup lebih bersih dengan tidak melakukan segala aktivitas sehari-hari di Sungai Musi ataupun tidak membuang sampah di sungai, maka sungai tersebut akan tertolong dan tidak menjadi semakin keruh dan tidak menjadi tempat berkembang biaknya berbagai bakteri dan bibit-bibit penyakit.

                Seluruh pihak harus bergerak dalam mengatasi masalah ini. Menanam pohon di daerah pinggiran sungai yang menjadi sasaran penebangan liar dapat mencegah terjadinya banjir ketika permukaan air sungai naik dan mencegah terjadinya longsor. Selain itu, pembersihan sampah yang ada di Sungai Musi juga diperlukan mengingat semakin banyaknya sampah yang dibiarkan di sungai akan menyebabkan pendangkalan dasar sungai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar